Jumat, 04 Maret 2011

Biofuel untuk kelanjutan hidup manusia


Kegiatan manusia dalam kehidupan modern telah mengganggu komposisi udara yang menyebabkan masalah-masalah lingkungan yang cukup serius, seperti hujan asam dan pemanasan global. Karbon dioksida (CO2) merupakan suatu gas rumah kaca, yang jumlahnya di udara telah meningkat sekitar 30% akibat dari kegiatan manusia sejak awal revolusi industri. Salah satu usaha memperkecil masalah tersebut adalah dengan penggunaan biofuel etanol sebagai pengganti bahan bakar fosil. Bioetanol dapat mengurangi emisi gas karbon dioksida, dan proses fotosintesis pada produksi biomassa akan menyerap gas karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil.

Tidak dapat di pungkiri bahwa Indonesia adalah negara pengimport beras terbesar di dunia yaitu 14% dari padi yang diperdagangkan di dunia. Ironisnya, sering didapati nasi basi terbuang sia-sia. Jadi sangat disayangkan bila nasi yang telah basi tersebut di buang tanpa pemanfaatan. Adapun pemanfaatan dari nasi sisa yang telah basi hanya sebatas dikeringkan sebagai makanan ternak dan camilan manusia.

Padahal, nasi basi dapat diolah menjadi etanol karena kandungan karbohidratnya yang tinggi. Namun dalam nasi basi masih mengandung pati yang belum terpecah, oleh karena itu perlu dilakukan proses sakarifikasi oleh Cendawan Asperghillus. Kemudian, setelah pati terpecah, maka dilakukan proses fermentasi yang dibantu oleh ragi Saccharomyces. Untuk memisahkan etanol dari bahan-bahan yang lain, maka membutuhkan proses destilasi.

Pemanfaatan nasi basi sebagai bioetanol lebih efisien bila dibandingkan dengan pembuatan bioetanol dari jagung, biji durian, ketela pohon, dan jerami padi. Karena kandungan karbohidrat pada nasi basi lebih tinggi daripada jagung, biji durian, ketela pohon, dan jerami padi. (Oleh : Yoesep Budianto/X9)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar