Sudah sejak lama para ahli
kebumian mengetahui bahwa daratan-daratan yang ada di muka bumi ini sebenarnya
tidaklah tetap di tempatnya, tetapi secara berlahan daratan-daratan tersebut
bermigrasi di sepanjang bola bumi. Terpisahnya bagian daratan dari asalnya
dapat membentuk suatu lautan yang baru dan dapat juga berakibat pada terjadinya
proses daur ulang lantai samudera kedalam interior bumi. Sifat mobilitas kerak
bumi ditandai dengan adanya gempa bumi, aktivitas gunung api dan pembentukan
pegunungan (orogenesa). Berdasarkan ilmu pengetahuan kebumian, teori yang
menjelaskan mengenai bumi yang dinamis (mobil) dikenal dengan teori Tektonik
Lempeng.
Hipotesa Pengapungan Benua (Continental Drift)
Revolusi dalam ilmu
pengetahuan kebumian sudah dimulai sejak awal abad ke 19, yaitu ketika
munculnya suatu pemikiran yang bersifat radikal pada kala itu dengan mengajukan
hipotesa tentang benua-benua yang bersifat mobil yang ada di permukaan bumi.
Sebenarnya teori tektonik lempeng sudah muncul ketika gagasan mengenai hipotesa
Pengapungan Benua (Continental Drift) diperkenalkan pertama kalinya oleh Alfred
Wegener (1915) dalam bukunya “The Origins of Oceans and Continents”.
Pada hakekatnya hipotesa pengapungan benua adalah suatu hipotesa yang menganggap bahwa benua-benua yang ada saat ini dahulunya bersatu yang dikenal sebagai super-kontinen yang bernama Pangaea. Super-kontinen Pangea ini diduga terbentuk pada 200 juta tahun yang lalu yang kemudian terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang kemudian bermigrasi (drifted) ke posisi seperti saat ini.
Bukti bukti tentang adanya
super-kontinen Pangaea pada 200 juta tahun yang lalu didukung oleh fakta fakta
sebagai berikut:
Kecocokan / kesamaan Garis Pantai :
Adanya kecocokan garis
pantai yang ada di benua Amerika Selatan bagian timur dengan garis pantai benua
Afrika bagian barat. Kedua garis pantai ini apabila dicocokan atau dihimpitkan
satu dengan lainnya akan berhimpit. Wegener menduga bahwa kedua benua tersebut
pada awalnya adalah satu. Berdasarkan adanya kecocokan bentuk garis pantai
inilah kemudian Wegener mencoba untuk mencocokkan semua benua-benua yang ada di
muka bumi.
Persebaran Fosil :
Diketemukannya fosil-fosil
yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang tersebar luas dan terpisah di
beberapa benua :
1. Fosil
Cynognathus, suatu reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun yang lalu dan
ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.
2. Fosil
Mesosaurus, suatu reptil yang hidup di danau air tawar dan sungai yang hidup
sekitar 260 juta tahun yang lalu, ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua
Afrika.
3. Fosil
Lystrosaurus, suatu reptil yang hidup di daratan sekitar 240 juta tahun yang
lalu, ditemukan di benua benua Afrika, India, dan Antartika.
4. Fosil
Clossopteris, suatu tanaman yang hidup 260 juta tahun yang lalu, dijumpai di
benua benua Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan Antartika.
Pertanyaannya adalah,
bagaimana binatang-binatang darat tersebut dapat bermigrasi menyeberangi lautan
yang sangat luas serta di laut yang terbuka? Boleh jadi jawabannya adalah bahwa
benua-benua yang ada sekarang pada waktu itu bersatu yang kemudian pecah dan
terpisah-pisah seperti posisi saat ini.
Kesamaan Jenis Batuan :
Jalur pegunungan
Appalachian yang berada di bagian timur benua Amerika Utara dengan sebaran
berarah timur laut dan secara tiba-tiba menghilang di pantai Newfoundlands. Pegunungan yang umurnya sama
dengan pegunungan Appalachian juga dijumpai di British Isles dan Scandinavia. Kedua pegunungan tersebut apabila diletakkan
pada lokasi sebelum terjadinya pemisahan / pengapungan, kedua pegunungan ini
akan membentuk suatu jalur pegunungan yang menerus.
Dengan cara mempersatukan /
mencocokan kenampakan bentuk-bentuk geologi yang dipisahkan oleh suatu lautan
memang diperlukan, akan tetapi data-data tersebut belum cukup untuk membuktikan
hipotesa pengapungan benua (continental drift). Dengan kata lain, jika suatu
benua telah mengalami pemisahan satu dan lainnya, maka mutlak diperlukan
bukti-bukti bahwa struktur geologi dan jenis batuan yang cocok/sesuai. Meskipun
bukti-bukti dari kenampakan geologinya cocok antara benua-benua yang dipisahkan
oleh lautan, namun belum cukup untuk membuktikan bahwa daratan/benua tersebut
telah mengalami pengapungan.
Bukti Paleoclimatic (Iklim Purba) :
Para ahli kebumian juga
telah mempelajari mengenai ilklim purba, di mana pada 250 juta tahun yang lalu
diketahui bahwa belahan bumi bagian selatan pada zaman itu terjadi iklim
dingin, di mana belahan bumi bagian selatan ditutupi oleh lapisan es yang
sangat tebal, seperti benua Antartika, Australia, Amerika Selatan, Afrika, dan
India. Wilayah yang terkena glasiasi di daratan Afrika ternyata menerus hingga
ke wilayah ekuator. Akan tetapi argumentasi ini kemudian ditolak oleh para ahli
kebumian, karena selama perioda glasiasi di belahan bumi bagian selatan, di
belahan bumi bagian utara beriklim tropis yang ditandai dengan berkembangnya
hutan rawa tropis yang sangat luas dan merupakan material asal dari endapan
batu bara yang dijumpai di Amerika bagian timur, Eropa dan Asia.
Pada saat ini, para ahli
kebumian baru percaya bahwa daratan yang mengalami glasiasi berasal dari satu
daratan yang dikenal dengan super-kontinen Pangaea yang terletak jauh di bagian
selatan dari posisi saat ini. Bukti-bukti dari Wegener dalam mendukung hipotesa
Pengapungan Benua baru diperoleh setelah 50 tahun sebelum masyarakat ahli
kebumian mempercayai kebenaran tentang hipotesa Pengapungan Benua.
Pengapungan Benua dan Paleomagnetisme :
Ketika pertama kali hipotesa
Pengapungan Benua dikemukakan oleh Wegener, yaitu pada periode 1930 hingga awal
tahun 1950-an, bukti-bukti yang mendukung hipotesa ini sangat minim sekali. Adapun
perhatian terhadap hipotesa ini baru terjadi ketika penelitian mengenai
penentuan Intensitas dan Arah medan magnet bumi. Setiap orang yang pernah
menggunakan kompas tahu bahwa medan magnet bumi mempunyai kutub, yaitu kutub
utara dan kutub selatan yang arahnya hampir berimpit dengan arah kutub geografis
bumi. Medan magnet bumi juga mempunyai kesamaan dengan yang dihasilkan oleh
suatu batang magnet, yaitu menghasilkan garis-garis imaginer yang berasal dari
gaya magnet bumi yang bergerak melalui bumi dan menerus dari satu kutub ke
kutub lainnya. Jarum kompas itu sendiri berfungsi sebagai suatu magnet kecil
yang bebas bergerak di dalam medan magnet bumi dan akan ditarik ke arah
kutub-kutub magnet bumi.
Suatu metoda yang dipakai
untuk mengetahui medan magnet purba adalah dengan cara menganalisa beberapa batuan
yang mengandung mineral-mineral yang kaya unsur besinya yang dikenal sebagai
fosil kompas. Mineral yang kaya akan unsur besi, seperti magnetite banyak
terdapat dalam aliran lava yang berkomposisi basaltis. Saat suatu lava yang
berkomposisi basaltis mendingin (menghablur) dibawah temperatur Curie (± 5800
C), maka butiran butiran yang kaya akan unsur besi akan mengalami magnetisasi
dengan arah medan magnet yang ada pada saat itu. Sekali batuan tersebut membeku
maka arah kemagnetan (magnetisasi) yang dimilikinya akan tertinggal di dalam
batuan tersebut. Arah kemagnetan ini akan bertindak sebagai suatu kompas ke
arah kutub magnet yang ada. Jika batuan tersebut berpindah dari tempat asalnya,
maka kemagnetan batuan tersebut akan tetap pada arah aslinya. Batuan batuan
yang terbentuk jutaan tahun yang lalu akan merekam arah kutub magnet pada saat
dan tempat di mana batuan tersebut terbentuk, dan hal ini dikenal sebagai
Paleomagnetisme.
Penelitian mengenai arah kemagnetan purba pada aliran lava yang diambil
di Eropa dan Asia pada tahun 1950-an menunjukkan bahwa arah kemagnetan untuk
batuan batuan yang berumur muda cocok dengan arah medan magnet bumi saat ini,
akan tetapi arah kemagnetan (magnetic alignment) pada aliran lava yang lebih
tua ternyata menunjukkan arah kemagnetan yang sangat bervariasi dengan
perbedaan yang cukup besar. Berdasarkan hasil ploting dari posisi yang terlihat
sebagai kutub magnet utara untuk benua Eurasia
mengindikasikan bahwa selama 500 juta tahun yang lalu, lokasi-lokasi dari kutub
utara magnet bumi secara berangsur berpindah-pindah. Hal
ini merupakan bukti kuat bahwa kutub magnet bumi telah mengalami berpindahan /
bermigrasi. Perpindahan arah kutub magnet ini dikenal sebagai “Pole Magnetic
Wandering” yaitu arah kutub magnet yang berkelana / berpindah pindah.
Sebaliknya apabila arah kutub magnet dianggap tetap pada posisi seperti
saat ini maka penjelasannya adalah bahwa benua yang mengalami perpindahan atau
pengapungan.
Semua bukti-bukti ilmiah tersebut mengindikasikan bahwa posisi rata-rata
dari kutub kutub magnet erat kaitannya dengan posisi kutub geografis bumi. Dengan
demikian, jika posisi kutub-kutub magnet relatif tetap pada posisinya, maka
kutub-kutub yang terlihat berpindah pindah dapat dijelaskan dengan hipotesa
Pengapungan Benua. Beberapa tahun kemudian, suatu kurva dari kenampakan
kutub-kutub magnet yang berpindah pindah juga dilakukan untuk benua Amerika
Utara. Apabila diperbandingkan hasil dari kedua jalur perpindahan kutub magnet
bumi, baik yang ada di Amerika Utara dan Eurasia memperlihatkan kesamaan dan
kemiripan dari jalur perpindahan kutub kutub magnet bumi tersebut yang terpisah
dengan sudut 30 derajat.
Disadur dari:
http://geologifisiktpunpar.blogspot.com/2012/06/teori-apungan-benua.html