Kamis, 24 Oktober 2013

TEORI APUNGAN BENUA (CONTINENTAL DRIFT)



Sudah sejak lama para ahli kebumian mengetahui bahwa daratan-daratan yang ada di muka bumi ini sebenarnya tidaklah tetap di tempatnya, tetapi secara berlahan daratan-daratan tersebut bermigrasi di sepanjang bola bumi. Terpisahnya bagian daratan dari asalnya dapat membentuk suatu lautan yang baru dan dapat juga berakibat pada terjadinya proses daur ulang lantai samudera kedalam interior bumi. Sifat mobilitas kerak bumi ditandai dengan adanya gempa bumi, aktivitas gunung api dan pembentukan pegunungan (orogenesa). Berdasarkan ilmu pengetahuan kebumian, teori yang menjelaskan mengenai bumi yang dinamis (mobil) dikenal dengan teori Tektonik Lempeng.

Hipotesa Pengapungan Benua (Continental Drift)
Revolusi dalam ilmu pengetahuan kebumian sudah dimulai sejak awal abad ke 19, yaitu ketika munculnya suatu pemikiran yang bersifat radikal pada kala itu dengan mengajukan hipotesa tentang benua-benua yang bersifat mobil yang ada di permukaan bumi. Sebenarnya teori tektonik lempeng sudah muncul ketika gagasan mengenai hipotesa Pengapungan Benua (Continental Drift) diperkenalkan pertama kalinya oleh Alfred Wegener (1915) dalam bukunya “The Origins of Oceans and Continents”.

Pada hakekatnya hipotesa pengapungan benua adalah suatu hipotesa yang menganggap bahwa benua-benua yang ada saat ini dahulunya bersatu yang dikenal sebagai super-kontinen yang bernama Pangaea. Super-kontinen Pangea ini diduga terbentuk pada 200 juta tahun yang lalu yang kemudian terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang kemudian bermigrasi (drifted) ke posisi seperti saat ini.


Bukti bukti tentang adanya super-kontinen Pangaea pada 200 juta tahun yang lalu didukung oleh fakta fakta sebagai berikut:

Kecocokan / kesamaan Garis Pantai :
Adanya kecocokan garis pantai yang ada di benua Amerika Selatan bagian timur dengan garis pantai benua Afrika bagian barat. Kedua garis pantai ini apabila dicocokan atau dihimpitkan satu dengan lainnya akan berhimpit. Wegener menduga bahwa kedua benua tersebut pada awalnya adalah satu. Berdasarkan adanya kecocokan bentuk garis pantai inilah kemudian Wegener mencoba untuk mencocokkan semua benua-benua yang ada di muka bumi.



Persebaran Fosil :
Diketemukannya fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang tersebar luas dan terpisah di beberapa benua :
1.   Fosil Cynognathus, suatu reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun yang lalu dan ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.
2.      Fosil Mesosaurus, suatu reptil yang hidup di danau air tawar dan sungai yang hidup sekitar 260 juta tahun yang lalu, ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.
3.      Fosil Lystrosaurus, suatu reptil yang hidup di daratan sekitar 240 juta tahun yang lalu, ditemukan di benua benua Afrika, India, dan Antartika.
4.      Fosil Clossopteris, suatu tanaman yang hidup 260 juta tahun yang lalu, dijumpai di benua benua Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan Antartika.



Pertanyaannya adalah, bagaimana binatang-binatang darat tersebut dapat bermigrasi menyeberangi lautan yang sangat luas serta di laut yang terbuka? Boleh jadi jawabannya adalah bahwa benua-benua yang ada sekarang pada waktu itu bersatu yang kemudian pecah dan terpisah-pisah seperti posisi saat ini.

Kesamaan Jenis Batuan :
Jalur pegunungan Appalachian yang berada di bagian timur benua Amerika Utara dengan sebaran berarah timur laut dan secara tiba-tiba menghilang di pantai Newfoundlands. Pegunungan yang umurnya sama dengan pegunungan Appalachian juga dijumpai di British Isles dan Scandinavia. Kedua pegunungan tersebut apabila diletakkan pada lokasi sebelum terjadinya pemisahan / pengapungan, kedua pegunungan ini akan membentuk suatu jalur pegunungan yang menerus.

Dengan cara mempersatukan / mencocokan kenampakan bentuk-bentuk geologi yang dipisahkan oleh suatu lautan memang diperlukan, akan tetapi data-data tersebut belum cukup untuk membuktikan hipotesa pengapungan benua (continental drift). Dengan kata lain, jika suatu benua telah mengalami pemisahan satu dan lainnya, maka mutlak diperlukan bukti-bukti bahwa struktur geologi dan jenis batuan yang cocok/sesuai. Meskipun bukti-bukti dari kenampakan geologinya cocok antara benua-benua yang dipisahkan oleh lautan, namun belum cukup untuk membuktikan bahwa daratan/benua tersebut telah mengalami pengapungan.


Bukti Paleoclimatic (Iklim Purba) :
Para ahli kebumian juga telah mempelajari mengenai ilklim purba, di mana pada 250 juta tahun yang lalu diketahui bahwa belahan bumi bagian selatan pada zaman itu terjadi iklim dingin, di mana belahan bumi bagian selatan ditutupi oleh lapisan es yang sangat tebal, seperti benua Antartika, Australia, Amerika Selatan, Afrika, dan India. Wilayah yang terkena glasiasi di daratan Afrika ternyata menerus hingga ke wilayah ekuator. Akan tetapi argumentasi ini kemudian ditolak oleh para ahli kebumian, karena selama perioda glasiasi di belahan bumi bagian selatan, di belahan bumi bagian utara beriklim tropis yang ditandai dengan berkembangnya hutan rawa tropis yang sangat luas dan merupakan material asal dari endapan batu bara yang dijumpai di Amerika bagian timur, Eropa dan Asia.


Pada saat ini, para ahli kebumian baru percaya bahwa daratan yang mengalami glasiasi berasal dari satu daratan yang dikenal dengan super-kontinen Pangaea yang terletak jauh di bagian selatan dari posisi saat ini. Bukti-bukti dari Wegener dalam mendukung hipotesa Pengapungan Benua baru diperoleh setelah 50 tahun sebelum masyarakat ahli kebumian mempercayai kebenaran tentang hipotesa Pengapungan Benua.


Pengapungan Benua dan Paleomagnetisme :
Ketika pertama kali hipotesa Pengapungan Benua dikemukakan oleh Wegener, yaitu pada periode 1930 hingga awal tahun 1950-an, bukti-bukti yang mendukung hipotesa ini sangat minim sekali. Adapun perhatian terhadap hipotesa ini baru terjadi ketika penelitian mengenai penentuan Intensitas dan Arah medan magnet bumi. Setiap orang yang pernah menggunakan kompas tahu bahwa medan magnet bumi mempunyai kutub, yaitu kutub utara dan kutub selatan yang arahnya hampir berimpit dengan arah kutub geografis bumi. Medan magnet bumi juga mempunyai kesamaan dengan yang dihasilkan oleh suatu batang magnet, yaitu menghasilkan garis-garis imaginer yang berasal dari gaya magnet bumi yang bergerak melalui bumi dan menerus dari satu kutub ke kutub lainnya. Jarum kompas itu sendiri berfungsi sebagai suatu magnet kecil yang bebas bergerak di dalam medan magnet bumi dan akan ditarik ke arah kutub-kutub magnet bumi.
  


Suatu metoda yang dipakai untuk mengetahui medan magnet purba adalah dengan cara menganalisa beberapa batuan yang mengandung mineral-mineral yang kaya unsur besinya yang dikenal sebagai fosil kompas. Mineral yang kaya akan unsur besi, seperti magnetite banyak terdapat dalam aliran lava yang berkomposisi basaltis. Saat suatu lava yang berkomposisi basaltis mendingin (menghablur) dibawah temperatur Curie (± 5800 C), maka butiran butiran yang kaya akan unsur besi akan mengalami magnetisasi dengan arah medan magnet yang ada pada saat itu. Sekali batuan tersebut membeku maka arah kemagnetan (magnetisasi) yang dimilikinya akan tertinggal di dalam batuan tersebut. Arah kemagnetan ini akan bertindak sebagai suatu kompas ke arah kutub magnet yang ada. Jika batuan tersebut berpindah dari tempat asalnya, maka kemagnetan batuan tersebut akan tetap pada arah aslinya. Batuan batuan yang terbentuk jutaan tahun yang lalu akan merekam arah kutub magnet pada saat dan tempat di mana batuan tersebut terbentuk, dan hal ini dikenal sebagai Paleomagnetisme.
Penelitian mengenai arah kemagnetan purba pada aliran lava yang diambil di Eropa dan Asia pada tahun 1950-an menunjukkan bahwa arah kemagnetan untuk batuan batuan yang berumur muda cocok dengan arah medan magnet bumi saat ini, akan tetapi arah kemagnetan (magnetic alignment) pada aliran lava yang lebih tua ternyata menunjukkan arah kemagnetan yang sangat bervariasi dengan perbedaan yang cukup besar. Berdasarkan hasil ploting dari posisi yang terlihat sebagai kutub magnet utara untuk benua Eurasia mengindikasikan bahwa selama 500 juta tahun yang lalu, lokasi-lokasi dari kutub utara magnet bumi secara berangsur berpindah-pindah. Hal ini merupakan bukti kuat bahwa kutub magnet bumi telah mengalami berpindahan / bermigrasi. Perpindahan arah kutub magnet ini dikenal sebagai “Pole Magnetic Wandering” yaitu arah kutub magnet yang berkelana / berpindah pindah.

Sebaliknya apabila arah kutub magnet dianggap tetap pada posisi seperti saat ini maka penjelasannya adalah bahwa benua yang mengalami perpindahan atau pengapungan.
Semua bukti-bukti ilmiah tersebut mengindikasikan bahwa posisi rata-rata dari kutub kutub magnet erat kaitannya dengan posisi kutub geografis bumi. Dengan demikian, jika posisi kutub-kutub magnet relatif tetap pada posisinya, maka kutub-kutub yang terlihat berpindah pindah dapat dijelaskan dengan hipotesa Pengapungan Benua. Beberapa tahun kemudian, suatu kurva dari kenampakan kutub-kutub magnet yang berpindah pindah juga dilakukan untuk benua Amerika Utara. Apabila diperbandingkan hasil dari kedua jalur perpindahan kutub magnet bumi, baik yang ada di Amerika Utara dan Eurasia memperlihatkan kesamaan dan kemiripan dari jalur perpindahan kutub kutub magnet bumi tersebut yang terpisah dengan sudut 30 derajat.

Disadur dari:
http://geologifisiktpunpar.blogspot.com/2012/06/teori-apungan-benua.html

STRUKTUR DAN KARAKTERISTIK LAPISAN BUMI





Struktur Bumi seperti yang terlihat pada gambar diatas.
Secara keseluruhan, bumi terbagi menjadi empat aspek yaitu; atmosphere (udara), hydrosphere (air), lithosphere (batuan solid) dan biosphere (kehidupan organik).
Disini saya hanya akan menjabarkan sedikit tentang lithosphere saja, karena berhubungan dengan batuan.

Lithosphere adalah akumulasi masa dari batuan-batuan padat yang membentuk selubung yang mengelilingi bagian cair bumi yang panas (magma). Lithosphere terdiri dari komponen primer seperti;
1.      Minerals, segala bentuk komponen kimia yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia. Seperti silika (SIO2) atau kalsium karbonat (CaCO3).
2.      Batuan, secara alami terbentuk, materi mineral terkonsolidasi dan terkompaksi.Batuan bisa terdiri dari hanya satu macam mineral saja (Contohnya; Salt) atau terdiri dari berbagai mineral (Contohnya; sandstone).
3.      Fluida, komponen paling banyak adalah air (lebih dari 90%), gas dan hydrocarbon.
Ketebalan lithosphere bervariasi, dari sekitar 65 km sampai 100 km, dan terdiri dari batuan silika-magnesium (SIMA) dan silik-aluminium (SIAL). Lithosphere mempunyai nilai Specific Gravity (SG) 2.7 sampai 3.

Crust adalah bagian paling atas dari lithosphere dan membentuk lempeng benua dan lempeng samudera. Fluida seperti air, minyak dan gas berada pada lempeng-lempeng ini. Ketebalan crust bervariasi mulai dari 5 km sampai 60 km. Terdiri dari batuan dan mineral berbagai tipe. Klasifikasi dasar dari batuan berdasarkan asal usul terbentuknya terdiri dari tiga macam batuan, yaitu;
1.      Igneous Rock (Batuan Beku), terkristalisasi dari bekuan magma.
2.      Sedimentary (Batuan Sediment), endapan dari hasil pengikisan batuan permukaan.
3.      Metamorphic (Batuan Ubahan), hasil dari alterasi batuan dan mineral lain.
Crust, selagi dalam bentuk solidnya bersifat mobile dan mengapung diatas cairan magma. Menurut teori tektonik lempeng, terjadi arus konveksi dibawah lapisan crust ini memaksa magma (batuan panas/cair, yang bergerak plastis) untuk bergerak keatas. Pada titik-titik tertentu (biasanya pada mid-ocean) magma membentuk celah/palung dan menerobos ke permukaan. Hal ini akan menyebabkan lempeng saling bergerak menjauh atau saling bertabrakan secara gradual. Jika pergerakan ini terjadi dengan tiba-tiba, terjadilah gempa.



Dari gambar disamping, dapat dilihat bahwa pergerakan konveksi dari magma menyebabkan terjadinya mid-ocean ridge pada lempeng samudra dan rift valley pada lempeng benua. Kedua lempeng ini bergerak saling mendekat dan bertubrukan (subduction zone). Karena massa dari lempeng samudra lebih kecil dari massa lempeng benua, pada subduction zone ini lempeng samudra akan menyusup kebawah dan meleleh (melting). Siklus ini akan terus berulang.




Disamping adalah gambar dari lempeng-lempeng yang mengapung bergerak saling menjauh dan mendekat saat ini dibumi kita tercinta ini.

Mantel, Dibawah lithosphere penelitian semakin sulit dilakukan. Lapisan ini dikenal juga sebagai lapisan Pyrosphere, ketebalannya diperkirakan 2900 km. Terdiri dari besi dan mineral SIMA. Density sekitar 3.5 SG, dan suhu rata-rata sekitar 2000 deg Celcius. Tekanan dari lapisan diatasnya membuat lapisan ini selalu dalam kondisi solid, tapi tetap bisa melelehkan batuan. Lapisan mantle paling luar sekitar 200 km dinamai dengan asthenosphere. Pada lapisan ini tekanan dan suhu berada pada kondisi berimbang sehingga lapisan ini bersifat plastis. Asthenosphere merupakan sumber dari aktivitas volkanik dan seismik (gempa).

Core, inti bumi berukuran diameter 7000 km dan terdiri dari besi dan nikel. Lapisan paling luar (tebal 2200 km) merupakan liquid atau cairan. Lapisan terdalam bersifat solid atau padat, dengan density sekitar 10.5 SG dan suhunya lebih dari 5000 deg celcius. Menurut teori, perputaran bumi pada porosnya (rotasi) menyebabkan terjadinya arus sirkulasi pada bagian cair inti bumi. Sirkulasi ini merupakan sumber dari medan magnet yang menyelimuti bumi.

General Data
·   Average Density sekitar 5.5 SG
·   Suhu bumi meningkat seiring dengan kedalaman bumi, rata-rata 1 deg celcius per 30 m pada batuan sedimen. Ini disebut sebagai Geothermal Gradient. Pada daerah vulkanik gradiennya sekitar 1 deg celcius per 10 m. Pada daerah granite tua (basement rock) gradiennya sekitar 1 deg celcius per 80 m.
·   Perkiraan usia bumi sekitar 4.600.000.000 tahun (menggunakan metoda dating radioaktif).
 



 

Rabu, 02 Oktober 2013

BULAN




Bulan adalah satu-satunya satelit alam bumi, berada di sekitar 384.000 km. Bulan merupakan benda yang paling terang setelah Matahari di langit kita, 2.000 kali lebih terang dari Venus. Asal Bulan sampai sekarang masih diperdebatkan. 

LIBRASI BULAN
Walaupun hanya satu sisi Bulan yang menghadap bumi setiap saat, pengamat yang teliti bisa melihat 59% permukaan bulan. Variasi ini disebabkan fakta bahwa Bulan berotasi pada kecepatan yang sama tetapi mengelilingi bumi pada kecepatan yang berbeda karena orbitnya yang berbentuk lonjong, akan bertambah cepat jika mendekati bumi. Animasi di atas menunjukkan simulasi Bulan dalam periode 1 bulan.
Librasi (bahasa Inggris: libration) dalam astronomi adalah osilasi yang sangat lambat dari satelit yang dilihat dari benda langit yang dikelilinginya. Librasi berasal dari kata kerja bahasa Latin libro yang berarti "untuk menyeimbangi". Umumnya librasi mengacu ke Bulan terhadap bumi.
Walaupun Bulan tetap menjaga sisi yang sama terhadap bumi selama berevolusi mengelilingi bumi, pengamat di bumi dapat melihat total 59% permukaan Bulan pada waktu yang berbeda.
Bulan selalu menjaga sisi yang sama terhadap bumi selama berevolusi mengelilingi bumi. Orbit bulan tidak sirkular dan beredar pada kecepatan yang berbeda-beda. Oleh karena itulah kita dapat melihat lebih banyak dari hanya sekedar mukanya. Gejala yang disebut librasi ini berarti bahwa sekitar 59% dari permukaan Bulan terlihat dari Bumi.

Fase-fase Bulan
Fase-fase Bulan disebabkan oleh perubahan yang selalu terjadi pada sudut yang dibentuk oleh Matahari dan Bulan saat Bulan berputar mengelilingi bumi. Ketika Bulan berada di arah yang Berlawanan dengan Matahari, Matahari bersinar langsung pada permukaan bulan menghasilkan Bulan Purnama.

Gerhana Bulan
Gerhana terjadi jika Bumi melintas langsung antara Matahari dan Bulan penuh sehingga bayangan Bumi jatuh pada permukan Bulan. Hal ini membuat Bulan gelap selama gerhana



Pasang-Surut Air Laut
Gaya tarik gravitasi Bulan dan matahari menyebabkan air laut di Bumi naik dan turun. Efek ini disebut pasang. Ketika Matahari, Bulan, dan Bumi berada pada satu garis lurus pada Bulan Baru atau Bulan Penuh, "tarikan" pasang dalam keadaan maksimum (pasang purnama). Ketika